I m p i a n.
Setiap orang yang
bernafas semestinya pantas memiliki impian. Mimpi sebagai sosok lain yang ingin
diciptakan. Atau, mimpi mencapai posisi tertentu yang ingin dirasakan. Atau
bahkan, mimpi menggapai materiil tertentu yang ingin digenggam.
Mimpi itu ibarat
Yin dan Yang. Selalu ada sisi gelap dan terang. Ibarat dua mata uang, dimana
kegagalan pun tak pernah jengah untuk selalu mengikutinya. Dan aku... terlalu
sering menghadapi keduanya secara bersamaan. Saat dimana aku akan berusaha
untuk menegakkan mimpi yang kucipta dalam balutan kata-kata penyemangat, namun
di saat bersamaan pula aku dipaksa untuk lebih tegar menyadari bahwa “kenyataan
tak selamanya indah”.
D r e a m.
Walau kerap kali
merasakan sakitnya saat tertimpa reruntuhan dari sebuah tembok impian, tapi
rasanya tetap tak pantas untuk berlama-lama terdiam dan berduka. Impian itu ada
karena kita berani memimpikannya. Impian itu dapat terlahir jika kita pun
berani memperjuangkannya. Dan, sudah sepantasnya impian itulah yang akan
menjadi muara tujuan untuk semakin mantap setiap kali akan melangkahkan kaki
kerdil ini.
Jadi, sesering
apapun kalian merasakan kegagalan demi kegalalan... maka sesering itulah kalian
harus mengupayakan untuk kembali tegar. Memaksa untuk lebih bersabar. Walaupun
berat, hanya itu jalan bagi kita. Demi menggapai pencapaian akhir yang selalu
kita damba-dambakan, Teman.
Kenapa? Karena
kita semua tetap pantas untuk menjaga mimpi itu menjadi nyata. Akhirnya,
kelak..
Tak ada yang tak
pantas untuk tetap bermimipi! Sekecil apapun makhluk itu di dunia, dia tetap
pantas untuk menyumbang nada-nada impiannya.
Lihatlah,
bagaimana para semut bisa berhasil menemukan sebutir gula setiap harinya!
Pelajarilah,
bagaimana semangat burung-burung pipit yang tak pernah bosan melawan teriak
penolakan bapak petani di sawahnya!
Rasakan semua
kegagalan sebagai buah kenikmatan. Karena, tak semua orang bisa benar-benar
menikmati bulir kegagalannya.
Jika tangis itu
pecah, biarkanlah jatuh. Jika hati ini tertusuk, terimalah rasa sakitnya. Jika
napas ini terdesak, rasakan sesaknya. Tak apa-apa. Biarkan saja, jika semua itu
perlu.
Tapi, jangan
berlama-lama larut dalam kesedihanmu, Teman! Segera bangkit..!!
Mari bersama-sama
kita terbitkan nada perjuangan baru. Bukan semata-mata demi kita. Melainkan,
demi mereka...
Demi orang-orang
yang kita sayangi. Juga, demi negeri tercinta ini.
Dan inilah,
secarik percakapan sederhana yang seharusnya bisa memotivasi kita semua...
termasuk aku *angkat jari telunjuk <(^^)/”
_oOo_
Malam itu, Yaya Yuiki seperti
kehilangan sekantung bekal penyemangatnya. Seharusnya, Yaya senang saat dia
terpilih menjadi pemeran utama di pertunjukan balet ‘The Swan Lake’ akhir pekan
ini. Tapi, justru tidak. Dia merasa dirinya tak pantas. Tak pantas menjadi
pengganti Maika Himekawa. Hime yang kuat, tangguh, lincah, dan meletakkan
harapan tingginya dengan bergabung pada klub balet internasional ini. Sangat
berbeda dengan keadaan Yaya, penari pemula yang hanya bermodal coba-coba
belaka.
Yaya tahu, selama ini Hime
telah berlatih mati-matian. Demi menjemput impiannya menjadi pemeran utama itu.
Tapi, cidera menghalanginya. Cedera yang tak diinginkan dan tak terhindari.
Dan, Yaya semakin merasa tak pantas untuk menggantikannya. Seolah telah merebut
impian sehebat itu dari hadapan Hime. Dengan begitu saja. Tanpa usaha.
“Ternyata... impian itu mudah
hancur dan sulit diraih,” desis Yaya, lirih. Langkahnya diseret
paksa menaiki anak-anak tangga, menuju atap gedung tempatnya berlatih balet.
Sempoyongan. Benar-benar tak bersemangat. Tapi, dia berharap di atas sana
semangatnya dapat kembali. Seperti biasa.
Mungkin...
aku bisa melihat langit berbintang itu lagi.
Yaya menghentikan langkahnya.
Mendadak, saat dia melihat sosok bayangan lain ada di atas balkon itu. Pria
tanpa nama. Berwajah mirip dengan Tadase, teman semasa kecil Yaya.
“Kamu ada di sini juga?” tanya
pria itu. Sekedar memastikan saja pastinya. Yaya hanya menggangguk pelan.
Bahkan untuk tersenyum pun Yaya lupa.
Dan, pria itu menyadari
perubahan yang ada. Dia pun bersuara, “Kamu kenapa?”
“Kamu sendiri, kenapa ada di
sini?” tanya balik Yaya, mencoba mengalihkan pertanyaan pria di hadapannya itu.
“Tempat ini misterius,” ucap
pria itu. Dia menengadahkan kepala, menatap ke angkasa. Sekawanan bintang masih
bercanda mesra di atas sana, saling memamerkan kilau cahaya tubuhnya. “Kalau
lagi bingung soal akhir novel, aku pasti ke sini. Menatap bintang dari sini.
Dengan begitu, aku bisa dapat ide bagus.”
“Novel? Rupanya kamu seorang
penulis, ya?”
“Penulis pemula yang masih
belum laris. Masih telur penulis,” sahut pria itu, sambil tersenyum hangat.
“Aku punya impian, suatu saat nanti bisa jadi penulis terkenal.”
“Eh, memangnya orang dewasa
masih punya impian?” tanya Yaya heran.
“Tentu saja.”
Impian..
ternyata impian itu selalu ada di mana-mana. Dan, semakin miris hati Yaya menyadarinya.
“Nah.. sekarang kamu sedang
bingung soal apa?” tanya pria itu. Mengulangi nada tanya yang sama.
Yaya menghela napas pelan. “Ada
orang dewasa yang bilang... hanya sedikit orang yang bisa meraih impiannya.
Menggelikan, kan? Impian nggak bisa diraih oleh orang yang nggak punya
segalanya dan sempurna... Jadi, mungkin nggak ada artinya kalau kita ingin ‘jadi
sesuatu’ dan kita telah berusaha keras untuk itu.”
Pria itu menggangkat jari
telunjuknya, seolah ingin menunjukkan sesuatu. “Biar kuberi tahu rahasia
membuat cerita,” sahut pria itu, masih dengan senyum hangatnya. “Cinderella,
putri salju, dan putri tidur... pada awalnya mereka bertiga berjumlah lengkap.
Di awal cerita, pemeran utamanya pasti memiliki kekurangan. Cerita ‘hidup
berbahagia bersama pangeran’ ada di halaman terakhir, kan?”
Pria itu terdiam sejenak.
Membiarkan Yaya meresapi kata-katanya. “Kalau dari awal Sang Putri punya
segalanya, maka nggak akan ada cerita. Anak yang memiliki kekurangan, siapa pun
dia, pasti bisa jadi tokoh utama cerita,” ucap pria itu. Dia pun berdiri, dan
kembali bersuara, “Jemput impianmu! Sesempurna apapun yang kau inginkan.”
Yaya membisu. Kata-kata pria
itu seperti telah berhasil melahirkan lubang baru di hatinya. Bukan untuk
menyakitinya, tapi untuk melahirkan kelegaan. Dan juga, pertanyaan demi
meyakinkan hatinya.
Tokoh
utama cerita... apa aku juga bisa?
#Source:
From Nakayosi Magz – Untitle Comic
_oOo_
Jadi, temukan jawaban itu dalam
hati kalian masing-masing, Teman! Karena kita pantas berdiri tegak bersama
impian kita. *Ganbatte kudasai^^
By. Andari Hersoe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar